DIARYPSIKOLOGI.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan publik setelah menetapkan mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv (MH), sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp21,5 miliar. Namun, hingga saat ini, Haniv belum juga ditahan. Apa yang menjadi alasan di balik keputusan ini?
Alasan KPK Tidak Langsung Menahan Haniv
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa penyidik masih memerlukan lebih banyak alat bukti sebelum menahan Haniv. Saat ini, ia masih diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi.
“Masih pemeriksaan saksi dan memperkuat alat bukti,” ujar Tessa dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (7/3/2025).
Meski begitu, KPK tidak menutup kemungkinan bahwa Haniv akan kembali dipanggil dalam kapasitas sebagai tersangka jika penyidik merasa telah memiliki cukup bukti untuk menahan dan menjeratnya secara hukum.
Sebelumnya, Haniv terlihat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada pukul 13.16 WIB. Saat didekati awak media, ia memilih untuk bungkam dan langsung meninggalkan lokasi menggunakan taksi.
Dugaan Penerimaan Gratifikasi Hingga Rp21,5 Miliar
KPK telah menetapkan Muhammad Haniv sebagai tersangka pada Rabu (12/2/2025). Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa gratifikasi yang diterima Haniv terjadi dalam rentang waktu 2015—2018, saat ia masih menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus.
Haniv diduga memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi, termasuk mencari sponsor bagi bisnis anaknya dengan mengirimkan surel kepada beberapa pengusaha wajib pajak untuk meminta bantuan modal.
“HNV diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show sebesar Rp804 juta, penerimaan lain dalam bentuk valuta asing sebesar Rp6.665.006.000, serta penempatan dalam deposito BPR senilai Rp14.088.834.634. Sehingga total penerimaan setidaknya mencapai Rp21.560.840.634 (Rp21,5 miliar),” jelas Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Modus Operandi dan Dugaan Penyalahgunaan Jabatan
Berdasarkan penyelidikan, Haniv disebut telah memanfaatkan jaringan dan kewenangannya di Direktorat Jenderal Pajak untuk kepentingan pribadi. Uang hasil gratifikasi tersebut diduga digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk mendanai peragaan busana anaknya, menyimpan dana dalam bentuk valuta asing, serta menempatkannya dalam deposito di Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Lebih lanjut, asal-usul uang belasan miliar rupiah yang diterima Haniv tidak dapat dijelaskan secara transparan, sehingga memperkuat dugaan bahwa dana tersebut diperoleh dari praktik korupsi.
Jerat Hukum yang Mengancam Haniv
Atas perbuatannya, Haniv dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Jika terbukti bersalah, ia berpotensi menghadapi hukuman berat sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kesimpulan
Kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Muhammad Haniv menjadi bukti bahwa korupsi di sektor pajak masih menjadi masalah serius di Indonesia. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Haniv belum ditahan karena KPK masih mengumpulkan bukti tambahan. Publik kini menantikan langkah tegas dari KPK untuk menindak kasus ini dan mengembalikan kepercayaan terhadap institusi pajak di Indonesia. Akankah Haniv segera ditahan? Kita tunggu perkembangan selanjutnya!