Pendeta Bertato Sekolahkan Ratusan Anak Hingga Sarjana! Bukti Kemanusiaan di Atas Segalanya!

Agus Sutikno, pendeta beratato di Semarang yang mendirikan yayasan untuk anak jalanan,.(KOMPAS.com/ Sabrina Mutiara )

Diarypsikologi.id Semarang – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan perkotaan, ada sosok luar biasa yang berjuang tanpa pamrih demi masa depan anak-anak jalanan. Dialah Agus Sutikno, seorang pendeta berpenampilan nyentrik dengan tato di tubuh dan rambut gondrong yang justru berhati mulia. Berkat dedikasi dan kepeduliannya, ratusan anak terlantar berhasil mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi, tanpa sepeser pun bantuan dari pemerintah!

Dikenal sebagai “Street Preacher” atau “Pendeta Jalanan”, Agus Sutikno memilih jalan yang berbeda dari pemuka agama pada umumnya. Jika biasanya pendeta menyampaikan firman Tuhan di gereja, Agus justru turun langsung ke jalanan, merangkul kaum marginal di Kota Semarang, seperti anak-anak jalanan, pekerja seks, pengidap HIV/AIDS, hingga kaum transgender. Dengan hati penuh kasih, ia menolong mereka yang terlupakan oleh sistem.

Dedikasi Tanpa Batas

Pada tahun 2015, Agus mendirikan Yayasan Hati Bagi Bangsa di Jalan Manggis II, Kelurahan Lamper Lor, Kecamatan Semarang Selatan. Yayasan ini menjadi rumah bagi ratusan anak kurang beruntung yang ingin meraih pendidikan. Tak hanya tingkat SD, SMP, atau SMA, banyak di antara mereka yang berhasil menyandang gelar sarjana berkat kegigihan Agus dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi mereka.

“Saya sudah menyekolahkan hampir 200 anak tanpa bantuan pemerintah. Bagi saya, penampilan itu tidak penting, yang penting adalah kita bisa bermanfaat untuk semua orang,” ujar Agus kepada Kompas.com, Rabu (18/12/2024), seperti dikutip dari diarypsikologi.id, Rabu (4/2/2025).

Menurutnya, pendidikan adalah hak dasar yang seharusnya bisa diakses oleh semua anak, tanpa memandang latar belakang mereka. Di tengah keterbatasannya, Agus berusaha semaksimal mungkin agar anak-anak ini memiliki masa depan cerah.

Stigma dan Perjuangan

Berpenampilan nyentrik dengan tato yang menutupi tubuhnya, Agus sering menerima stigma negatif dari masyarakat. Namun, ia tak ambil pusing.

“Tato ini sudah ada jauh sebelum saya mengenal Tuhan, saat saya masih nakal-nakalnya,” ujarnya santai.

Bagi Agus, penampilan bukanlah segalanya. Yang lebih penting adalah aksi nyata dan dampak yang diberikan kepada sesama. “Masalah baju atau penampilan itu tidak penting, yang penting adalah bagaimana hidupmu bermanfaat untuk orang lain,” tambahnya.

Meskipun seorang pemuka agama di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI) Jawa Tengah, Agus mengaku tidak terlalu suka dipanggil pendeta. Baginya, agama sering kali menjadi sumber konflik, sementara aksi kemanusiaan justru bisa menyatukan perbedaan.

“Merawat anak-anak, ngobatin orang sakit, memberi makan orang kelaparan, menurut saya adalah ibadah yang sesungguhnya. Kemanusiaan di atas ritual keagamaan,” tegasnya.

Jangan Mati Sebelum Berguna!

Kini, berkat perjuangan Agus, ratusan anak yang dulu tak memiliki harapan telah menemukan jalan menuju masa depan yang lebih baik. Ia berharap apa yang telah dilakukannya dapat terus berlanjut dan menginspirasi banyak orang untuk lebih peduli terhadap sesama.

“Prinsip saya sekarang, jangan mati sebelum berguna. Apa pun yang kamu percayai, hidupmu harus berguna untuk orang lain,” pungkasnya.

Di tengah maraknya figur publik yang hanya bicara tanpa aksi, sosok Agus Sutikno hadir sebagai bukti nyata bahwa kebaikan tidak mengenal batas. Ia adalah teladan sejati bahwa kasih dan kepedulian bisa mengubah dunia, satu anak dalam satu waktu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Hati Mulia Agus Sutikno, Pendeta Jalanan Bertato yang Sekolahkan 200 Anak

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *