DIARYPSIKOLOGI-ID – Hari Waisak merupakan momen keagamaan penting bagi umat Buddha yang diperingati secara luas di berbagai negara. Pada tahun 2025, Hari Waisak jatuh pada hari Senin, 12 Mei, dan ditetapkan sebagai hari libur nasional di Indonesia. Keputusan ini tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang hari libur nasional dan cuti bersama yang diumumkan pada 14 Oktober 2024.
Tak hanya dikenal di Indonesia, hari Waisak juga dirayakan di berbagai negara dengan nama berbeda. Di India, disebut Visakah Puja atau Buddha Purnima. Malaysia, Singapura, dan Sri Lanka menyebutnya Vesak, sedangkan di Thailand dikenal sebagai Visakha Bucha. Di balik perayaannya, hari Waisak mengandung nilai spiritual yang mendalam bagi umat Buddha.
Sejarah dan Nilai Trisuci dalam Hari Waisak
Hari Waisak memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Siddharta Gautama, yang disebut Trisuci Waisak. Peristiwa ini dipercaya terjadi pada hari yang sama, yaitu saat bulan purnama di bulan Mei.
Pertama, kelahiran Siddharta Gautama yang terjadi pada tahun 623 SM di Taman Lumbini. Sejak lahir, ia diyakini membawa sifat agung dan diramalkan akan menjadi tokoh besar. Kedua, momen pencerahan saat Siddharta berusia 35 tahun dan bertapa di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya, India. Di sanalah ia mencapai pencerahan dan dikenal sebagai Buddha.
Ketiga, wafatnya Buddha Gautama pada usia 80 tahun. Kepergiannya dipandang sebagai pelepasan dari penderitaan duniawi dan dikenang sebagai momen penting dalam sejarah umat Buddha. Makna dari ketiga peristiwa ini menjadi inti dari peringatan hari Waisak.
Perjalanan Tradisi Hari Waisak dari Masa ke Masa
Tradisi memperingati hari Waisak telah dikenal jauh sebelum abad ke-19. Awalnya, peringatan ini dilakukan secara sederhana di lingkungan vihara. Seiring waktu, terutama pada akhir abad ke-19, tradisi ini berkembang karena pengaruh modernisasi di Sri Lanka dan menyebar ke Asia Timur serta Asia Tenggara.
Pengakuan resmi terhadap hari Waisak terjadi pada 1950 dalam Konferensi pertama World Fellowship of Buddhists di Sri Lanka. Sejak itu, Waisak diakui sebagai hari suci Buddha secara internasional. Penetapannya mengacu pada purnama pertama di bulan Mei menurut kalender India kuno.
Perubahan cara memperingati hari Waisak menunjukkan bagaimana nilai-nilai ajaran Buddha dapat diteruskan melalui tradisi yang adaptif namun tetap sakral. Ini menjadi bukti bahwa hari Waisak bukan hanya sekadar perayaan, tetapi sarana untuk memperdalam spiritualitas dan penghayatan ajaran Dharma.
Tradisi Peringatan Hari Waisak di Indonesia
Di Indonesia, hari Waisak dirayakan secara khidmat dengan berbagai kegiatan keagamaan. Salah satu perayaan yang paling dikenal adalah pelepasan lampion di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Tradisi ini telah berlangsung sejak tahun 1929 dan menjadi simbol harapan dan doa umat Buddha yang dihantarkan ke langit.
Selain itu, umat Buddha mendatangi vihara atau kuil terdekat untuk melakukan berbagai kegiatan religius. Mereka berdana, membaca paritta, melakukan meditasi, memberi persembahan, dan berbagi makanan kepada sesama. Pakaian putih sering dikenakan sebagai lambang kesucian diri saat mengikuti ritual ini.
Peringatan hari Waisak juga diisi dengan pertukaran kartu ucapan antar umat. Tradisi ini menciptakan suasana kebersamaan dan memperkuat nilai kasih sayang dalam ajaran Buddha. Seluruh rangkaian kegiatan dilakukan dengan tenang dan penuh penghormatan terhadap nilai-nilai luhur.