Diary psikologi – Kondisi Indonesia yang penuh ketidakpastian kini menimbulkan keresahan bagi banyak warga. Berita soal kebijakan yang dianggap tidak memihak rakyat kecil, ancaman PHK, hingga pemotongan anggaran publik menciptakan fenomena baru: #KaburAjaDulu. Tagar ini menjadi simbol keinginan sebagian warga untuk mencari penghidupan lebih baik di luar negeri.
Salah satu kisah datang dari Sidratul Muntaha, lulusan universitas Yogyakarta yang kini bekerja di Australia dengan visa Working Holiday. Awalnya, ia berencana kembali ke Indonesia setelah melanjutkan pendidikan S2. Namun, kebijakan pemerintah yang dianggap mengancam kesejahteraan, seperti pemotongan dana riset dan berkurangnya fasilitas publik, membuatnya ragu untuk pulang.

“Dulu aku yakin pasti balik. Tapi kebijakan efisiensi bikin masa depan di Indonesia nggak jelas,” katanya.
Senada dengan Sidra, Sari, seorang pekerja di bidang periklanan di Jakarta, juga berencana pindah ke Australia. Stagnasi karier, gaji yang minim, dan kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada kelas menengah membuatnya yakin bahwa mencari peluang di luar negeri adalah pilihan terbaik.
Akar Kegelisahan dan Sindiran Sosial
Fenomena #KaburAjaDulu adalah bentuk frustrasi terhadap kondisi dalam negeri. Menurut sosiolog Universitas Gadjah Mada, Drajad Sulistyo Widhyharto, tagar ini merupakan bentuk sindiran yang menyuarakan pesan: “Hei, keadaan masyarakat nggak baik-baik saja, lho.”
Kegelisahan ini tidak hanya soal ekonomi dan pekerjaan, tapi juga merujuk pada ketidakadilan sosial, ketidakefektifan kebijakan, dan buruknya pelayanan publik. Dari transportasi umum yang tidak layak hingga beban pajak yang tidak sebanding dengan fasilitas yang didapat, semua berkontribusi pada rasa ketidakpuasan.
Risiko Brain Drain
Fenomena ini juga menimbulkan risiko besar bagi masa depan Indonesia: brain drain. Studi dari Universitas Jember mengungkapkan bahwa jika fenomena ini berlanjut, Indonesia akan kehilangan generasi terbaiknya—tenaga kerja berpendidikan tinggi yang seharusnya bisa menjadi motor penggerak kemajuan bangsa.
Sayangnya, beberapa pihak justru menuding mereka yang pindah ke luar negeri sebagai tidak nasionalis. Namun, Drajad menilai tuduhan tersebut tidak relevan. “Fenomena ini justru menunjukkan pemerintah tidak mampu menyediakan kesejahteraan yang layak,” ujarnya.
Apa Solusi yang Dibutuhkan?
Untuk membalikkan situasi, pemerintah harus mendengar suara masyarakat dan berfokus pada kebijakan yang meningkatkan kesejahteraan, seperti memperbaiki fasilitas publik, memastikan keseimbangan antara pendapatan dan biaya hidup, serta menyediakan lapangan kerja yang layak. Selain itu, pengurangan jabatan-jabatan tidak efektif dan penghapusan privilege yang tidak adil harus menjadi prioritas.
Fenomena #KaburAjaDulu adalah sinyal bahwa masyarakat menginginkan perubahan. Bukan hanya soal kebijakan ekonomi, tetapi juga keadilan sosial dan transparansi yang lebih baik. Harapannya, suara-suara ini tidak diabaikan, agar mereka yang pergi suatu saat merasa cukup yakin untuk kembali dan membangun negeri bersama.
Artikel ini telah tayang di Kumparan.com dengan judul Jalan Pintas dari Rasa Waswas itu Berujung #KaburAjaDulu